Masa balita merupakan masa keemasan. Pada masa ini, masa
depan seseorang akan di tentukan. Apakah orang ini akan menjadi pribadi yang
tangguh ataupun yang kurang tangguh. Menurut penelitian yang di lakukan ahli
Perkembangan dan Perilaku anak dari Amerika bernama Brazelton menyebutkan pada
masa balita perkembangan otak berjalan sangat cepat hingga 80 persen. pada usia
tersebut otak dengan sangat cepat menerima dan menangkap informasi tanpa
melihat baik atau buruk. Dan pada masa inilah segala aspek afektif, kognitif
dan psikomotor di bentuk dengan sangat cepat.
Pada masa ini, orang tua berperan besar dalam pembentukan
karakter. Maka dari itu, hendaknya dapat memanfaatkan sebaik mungkin dengan
memberikan pendidikan untuk membentuk karakter bagi anak. Pendidikan karakter
anak dapat dilakukan dengan cara yang sederhana misalnya membiasakan berdoa
sebelum makan, memberikan pengertian tentang keagamaan secara sederhana
misalkan ibadah tepat waktu.
Namun, pada masa modern seperti saat ini tantangan yang
di hadapi semakin kompleks. Anak-anak yang seharusnya masih bermain dengan
teman sebayanya, saat ini cenderung anti sosial karena lebih asik bermain
dengan handphone. Perkembangan teknologi
yang super cepat ini menjadikan mayoritas orang tua memilih jalan instan untuk
membahagiakan buah hati mereka. Dengan memberikan ponsel dengan dalih “Yang penting diam, ndak nangis”. Pendidikan
semacam ini kurang tepat dilakukan kepada anak-anak karena akan membentuk
karakter mereka yang pemalas dan psikomotoriknya yang kurang terlatih.
Salah satu cara lain yang dirasa cukup efektif untuk
membentuk karakter anak ialah dengan mengembangkan kembali permainan
tradisional yang mulai pudar. Ashibily (2003) menyatakan bahwa banyak sisi
positif yang bisa didapatkan dari permainan tradisional di Indonesia, antara
lain 1) Pemanfaatan bahan-bahan permainan yang berasal dari alam dan 2)
memiliki hubungan erat dalam melahirkan penghayatan terhadap kenyataan hidup
manusia.
Dalam pendapat lain I Wayan Tarna (2015) dalam studinya yang berjudul
Peranan Permainan Tradisional dalam Pendidikan memaparkan bahwa permainan
tradisional dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak, antara lain
(1) aspek motorik yang dapat melatih daya tahan, daya lentur, sensori-motorik,
motorik kasar, dan motorik halus; (2) aspek kognitif yang dapat mengembangkan
imajinasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif dan pemahaman
kontekstual; (3) aspek emosi mampu mengasah empati, pengendalian diri dan katarsis
emosional; dan (4) aspek bahasa dapat mengembangkan pemahaman konsep-konsep
nilai. Hal ini menunjukan bahwa selain meningkatkan ketangkasan motorik,
permainan tradisional dapat meningkatkan aspek kognitif serta afektif.
Salah satu
contoh ialah permainan Gobak Sodor. Dalam
permainan tersebut ketiga aspek pengetahuan meliputi kognitif, afektif serta
psikomotorik dapat di latih. Di perlukan perhitungan yang cermat untuk menghadang
atau melewati musuh (Kognitif). Di perlukan kerjasama antar kawan untuk menghadang
atau melewati musuh (Afektif). Dan di butuhkan ketangkasan untuk berlari atau
menangkap lawan (Psikomotorik). Dan masih banyak lagi permainan tradisional
yang dapat membentuk karakter yang kuat.
Maka dari
itu, pembentukan karakter melalui permainan tradisional merupakan jawaban dari
semakin kompleks masalah merosotnya karakter generasi milenial. Lebih-lebih
kepada anak usia dini. Mereka seharusnya tidak diberikan asupan gadget yang terlalu berlebihan. Pengenalan
dengan permainan-permainan tradisional harus di galakkan oleh baik dari prang
tua maupun sekolah. Dengan pembudayaan permainan tradisional, selain menjaga
tradisi dan pelestarian kekayaan Indonesia dapat sekaligus membentuk karakter
pejuang kepada generasi penerus bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar