Pages

Senin, 28 Oktober 2019

Permainan Tradisional Membentuk Karakter Pejuang Generasi Milenial



Masa balita  merupakan masa keemasan. Pada masa ini, masa depan seseorang akan di tentukan. Apakah orang ini akan menjadi pribadi yang tangguh ataupun yang kurang tangguh. Menurut penelitian yang di lakukan ahli Perkembangan dan Perilaku anak dari Amerika bernama Brazelton menyebutkan pada masa balita perkembangan otak berjalan sangat cepat hingga 80 persen. pada usia tersebut otak dengan sangat cepat menerima dan menangkap informasi tanpa melihat baik atau buruk. Dan pada masa inilah segala aspek afektif, kognitif dan psikomotor di bentuk dengan sangat cepat.

Pada masa ini, orang tua berperan besar dalam pembentukan karakter. Maka dari itu, hendaknya dapat memanfaatkan sebaik mungkin dengan memberikan pendidikan untuk membentuk karakter bagi anak. Pendidikan karakter anak dapat dilakukan dengan cara yang sederhana misalnya membiasakan berdoa sebelum makan, memberikan pengertian tentang keagamaan secara sederhana misalkan ibadah tepat waktu.

Namun, pada masa modern seperti saat ini tantangan yang di hadapi semakin kompleks. Anak-anak yang seharusnya masih bermain dengan teman sebayanya, saat ini cenderung anti sosial karena lebih asik bermain dengan handphone. Perkembangan teknologi yang super cepat ini menjadikan mayoritas orang tua memilih jalan instan untuk membahagiakan buah hati mereka. Dengan memberikan ponsel dengan dalih “Yang penting diam, ndak nangis”. Pendidikan semacam ini kurang tepat dilakukan kepada anak-anak karena akan membentuk karakter mereka yang pemalas dan psikomotoriknya yang kurang terlatih.

Salah satu cara lain yang dirasa cukup efektif untuk membentuk karakter anak ialah dengan mengembangkan kembali permainan tradisional yang mulai pudar. Ashibily (2003) menyatakan bahwa banyak sisi positif yang bisa didapatkan dari permainan tradisional di Indonesia, antara lain 1) Pemanfaatan bahan-bahan permainan yang berasal dari alam dan 2) memiliki hubungan erat dalam melahirkan penghayatan terhadap kenyataan hidup manusia.

Dalam pendapat lain  I Wayan Tarna (2015) dalam studinya yang berjudul Peranan Permainan Tradisional dalam Pendidikan memaparkan bahwa permainan tradisional dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak, antara lain (1) aspek motorik yang dapat melatih daya tahan, daya lentur, sensori-motorik, motorik kasar, dan motorik halus; (2) aspek kognitif yang dapat mengembangkan imajinasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif dan pemahaman kontekstual; (3) aspek emosi mampu mengasah empati, pengendalian diri dan katarsis emosional; dan (4) aspek bahasa dapat mengembangkan pemahaman konsep-konsep nilai. Hal ini menunjukan bahwa selain meningkatkan ketangkasan motorik, permainan tradisional dapat meningkatkan aspek kognitif serta afektif.

Salah satu contoh ialah permainan Gobak Sodor. Dalam permainan tersebut ketiga aspek pengetahuan meliputi kognitif, afektif serta psikomotorik dapat di latih. Di perlukan perhitungan yang cermat untuk menghadang atau melewati musuh (Kognitif). Di perlukan kerjasama antar kawan untuk menghadang atau melewati musuh (Afektif). Dan di butuhkan ketangkasan untuk berlari atau menangkap lawan (Psikomotorik). Dan masih banyak lagi permainan tradisional yang dapat membentuk karakter yang kuat.

Maka dari itu, pembentukan karakter melalui permainan tradisional merupakan jawaban dari semakin kompleks masalah merosotnya karakter generasi milenial. Lebih-lebih kepada anak usia dini. Mereka seharusnya tidak diberikan asupan gadget yang terlalu berlebihan. Pengenalan dengan permainan-permainan tradisional harus di galakkan oleh baik dari prang tua maupun sekolah. Dengan pembudayaan permainan tradisional, selain menjaga tradisi dan pelestarian kekayaan Indonesia dapat sekaligus membentuk karakter pejuang kepada generasi penerus bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar