Pages

Minggu, 26 April 2020

Pelangi Pasti Datang

Semenjak kecil, aku tak pernah mengenal cinta-kasih dari ayah dan bunda. Hidup terpisah, bukanlah keinginanku.
Siapa pun pasti tak akan menginginkannya. Jika, aku ingin meminta, kuharap ini tak terjadi pada diri ini.
Bu Neni, beliaulah yang selama ini merawat dan membesarkanku. Beliau begitu menyayangiku, aku pun sudah dianggap seperti anak kandungnya sendiri.
Kutatap potret di tanganku, menurut Bu Neni, ini adalah orang tuaku. Namun, tak tahu di mana keberadaan mereka saat ini.
"Kak Tiara," sahut Anin dan memelukku.
"Dek, kapan kamu ke sini?" Aku berbalik ke arah Anin.
"Baru saja, Kak," jawab Anin dan duduk dekatku.
"I--tu, potret orang tua, Kakak?" Anin menatapku manja.
"Iya, Dek. Menurut mama kamu, ini orang tua Kak Tiara," jawabku balas menatap Anin.
"Kok, Anin nggak pernah ketemu?" tanya Anin ke arahku.
"Jangankan kamu, Kak Tiara pun hanya melihat lewat potret ini, karena dari kecil sampai detik ini, Kakak nggak tahu keberadaan mereka berdua," jawabku pada Anin.
"Kak, ada aku, Kak Nila, juga mama dan papa yang akan menemani, Kak Tiara." Anin memelukku erat.
Tanpa terasa ada buliran bening yang berhasil lolos dan jatuh di pipiku.
"Makasih, Dek," balasku memeluk Anin.
Saat ini usiaku menginjak lima belas tahun dan selama itu pula, aku tak pernah bertemu dengan kedua orang tuaku. Namun, kasih-sayang dari Bu Neni dan Pak Ari, tak pernah berkurang.
Akan tetapi, keinginanku untuk mengetahui keberadaan mereka begitu besar. Meski hanya sebentar, aku ingin bertemu dengannya adalah harapanku yang semoga suatu hari akan terwujud.
Aku ingin memeluk beliau, melepaskan kerinduanku yang telah terpendam selama lima belas tahun. Tak ada yang salah, 'kan? Ini wajar, jika seorang anak ingin bertemu dengan orang tuanya.
Kembali menetes air mata di pipi ini, bersamaan dengan itu. Kulihat Bu Neni menghampiriku.
"Ada apa sayang?" Bu Neni memelukku erat dan menyeka air mataku.
Saat ini, hanya air mata yang berbicara. Mulut ini, seolah tak mampu untuk bercerita tentang apa yang kurasakan sekarang ini.
"Kamu rindu dengan mama dan papa kamu?" Tanpa sengaja Bu Neni melihat potret di tanganku.
Aku anggukan kepalaku dan kemarin kupeluk beliau dan aku tumpahkan segala kesedihan dalam hati ini.
"Iya, Bu. Saat ini, aku ingin bertemu dengan mama dan papa," sahutku ke arah beliau.
"Nak, bersabarlah. Saatnya akan tiba. InsyaAllah, suatu hari nanti keinginanmu akan terkabul," jawab beliau balas memelukku.
"Kapan, Bu?" tanyaku menatap beliau.
"Pasrahkan pada Allah dan berdo'alah." Kembali beliau memelukku.
'Semoga kelak Allah mempertemukanku.' Aku berbisik lirih.
"Kakak, jangan menangis lagi, ya." Anin pun memukku.
"Makasih, Dek." Aku pun balas memeluknya.
Seuntai cinta memadu sukma tak henti selamanya. Sampai kapan pun kau kutunggu, mama, papa kuingin bertemu dengan kalian. Inilah harapan terbesarku saat ini.
***
Hingga suatu hari sepasang suami-istri berkunjung ke rumah Bu Neni, rumah di mana aku dirawat dan dibesarkan.
Tanpa sengaja kudengarkan percakapannya dengan Bu Neni, ibu yang telah merawat dan memberiku kasih-sayangnya padaku.
Ternyata, salah satu dari mereka adalah adik kandung dari mamaku. Mendengar penjelasannya ada rasa kebahagiaan yang kurasa saat ini.
"Bu, apa kami boleh bertemu dengan anak Mbak Seruni?" Kudengar beliau meminta ijin pada Bu Neni.
"Boleh, kok Mbak." Bu Neni menjawab sedetik kemudian.
"Sayang, Tante ini adalah keluarga kamu." Bu Neni menjelaskan.
"Tante Sasa, adalah adik dari mama kamu." Beliau memelukku erat.
"Maksud Tante?" tanyaku sedikit bingung.
"Tante adalah adik dari mama kamu, sayang." Dia kembali memelukku.
"Mama? Tante, mama di mana? Mengapa, bukan mama yang menjemputku?" tanyaku dengan wajah pengharapan.
Sepintas kulihat Tante Sasa mengusap air matanya dan kembali memelukku erat. Dia tak mampu melanjutkan ucapannya dan menatapku lekat.
"Ada apa, Tante?" tanyaku tidak mengerti.
"Nak, kamu sudah besar?" Suami dari Tante Sasa pun memelukku.
"Mama dan papa, kapan ke sini? Aku tidak sabaran ingin bertemu dengannya." Aku menatap ke arah Tante Sasa.
Tante Sasa memelukku erat, "Nak, kamu yang sabar, ya?" Tatapnya ke arahku.
"A--pa, apa yang terjadi pada mama dan papa?" tanyaku dengan wajah cemas.
Kurasakan dadaku sesak, dan sebuah buliran bening jatuh tanpa kuundang.
"Kamu, harus sabar, Nak," ujarnya dan membelaiku lembut.
Kembali Tante Sasa terdiam beberapa saat lamanya.
Bu Neni datang dan menjelaskan semuanya, tentang apa yang terjadi pada mama dan papa.
"Sebelumnya, kamu harus sabar Nak, karena setahun yang lalu ... mama dan papa kamu, meninggal karena mengalami kecelakaan pesawat." Tatap Bu Neni ke arahku.
"Lalu, kenapa mama dan papa membuangku, Tante? Apa, beliau berdua tidak mengharapkan kkehadiran Tiara?" Aku protes ke arah Tante Sasa.
"Sayang, mama dan papa kamu ... bukannya tidak sayang dan membuangmu. Tetapi, waktu itu keadaannya, tidak memungkinkan. Maafkan, beliau berdua," ungkap Tante Sasa membelaiku.
"Kenapa, Tante? Apa alasannya," desakku ke Tante Sasa.
"Nak, suatu hari nanti. Engkau akan memahaminya, tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Termasuk, mama dan papa kamu. Tante ke sini, ingin menjemputmu dan tinggal bersama Tante, di rumah Tante." Tante Sasa menatapku.
Aku bingung memilih ikut bersama Tante Sasa, atau tinggal bersama Bu Neni di rumah ini.
"Tiara, Tante Sasa adalah orang tua kamu juga. Ikutlah bersama beliau. Ibu, tidak papa sayang. Jika kamu rindu, kamu bisa datang ke rumah ini kapan saja. Pintu rumah Ibu, terbuka 24 jam buat kamu, Nak." Bu Neni memelukku erat.
"Kak, jangan lupa dengan Anin, ya." Anin menghambur memukku.
"Sampai kapan, pun Kak Tiara nggak bakal lupain kamu," balasku memeluknya.
Ada rasa kebahagiaan bercampur rasa sedih yang kurasa. Meski aku tidak akan pernah bertemu dengan mama dan papa, setidaknya aku lega sudah dapat mengetahui kabar mama dan papa.
Sebuah buliran bening kembali jatuh di pipiku. Air mata yang entah keberapa kalinya terjatuh di pipi ini. Tetapi kali ini adalah air mata kebahagiaanku.
Tak ada lagi kesedihan yang kurasakan dalam hati ini, aku yakin setelah hujan akan ada pelangi yang memberiku kebahagiaan. Pelangi itu pasti akan datang.

0 komentar:

Posting Komentar